Malam tadi, malam tarawih pertama Ramadahan tahun ini. Seperti biasa, sebagai anak kos yang baik dan benar (hehee..), saya mengikuti ritual ini di mushola paling dekat kos, bersama teman kos, dan tetangga-tetangga kos.
Pukul tujuh tepat kami berangkat memenuhi panggilang muadzin. Sesampainya di pelataran mushola, o'oooo........kami adalah manusia ke-sekian yg datang untuk berjejal di teras mushola (seandainya jalanan depan mushola yg kebetulan disemen itu bisa disebut 'teras'), dan terancam tidak kebagian tempat. Shaff di depan tampak sudah penuh, bahkan jumlah penduduknya sepertinya melebihi kuota. Menengok ke belakang, tampak manusia berkostum putih-putih semakin banyak berdatangan. Alhasil, kami terima saja satu-satunya kesempatan yang datang: sudut paling tepi belakang, hasil gusuran tempat parkir sandal jama'ah.
Baiklah....abaikan saja gundukan sandal di samping, dan saya akan lanjutkan ceritanya!
Acara "dibuka" dengan sholat isya'.
Raka'at pertama... Seorang gadis kecil dengan mukena putihnya, ntah muncul dari mana, tiba-tiba sudah ada di sudut kiri shaff depan saya. Jarak kami mungkin hanya 1.5 meter. Dia berdiri menghadap barisan belakang, dan bergumam-gumam tak jelas. Mungkin mencari kerabat dan handai taulannya yg tidak bisa dibedakan dengan kostum jama'ah wanita ala malam itu. Hihihihiii...
Raka'at kedua...Gadis kecil itu seperti "surprised" (ehhmm...apa ya padanan katanya? bukan kaget atau terkejut sih, tapi surprised..). "Hidun......Hidun.......", katanya kepada jamaah kecil di barisan saya, sambil melambai-lambaikan tangan. Mungkin mereka teman akrab yang lama tak jumpa (halah!). Saya tidak tahu bagaimana reaksi jama'ah yang dipanggil itu (jika namanya memang Hidun. Kuat dugaan, ejaan yg benar adl Hindun). Tidak ada siluet gerakan yang berarti yg saya rasakan. "Hiduuunnn..... Hiduuunnn....Hiduuun....", gadis itu memekik semakin tak sabar.
Rakaat ketiga.... Gadis itu semakin bersemangat memanggil-manggil. Kali ini disertai ajakan, "Hiduuuunnn....cini! Ciniii.....! Hiduuuunnnn, cini Hidun..."
Raka'at keempat... Akhirnya inisiatif si gadis kecil itu tumbuh (bagus nak, teruskan!). Melihat reaksi teman sejawatnya yang datar, dia melangkahkan kaki-kaki kecilnya yang belum mantap menyangga tubuh; hap! hap! hap! Eaaa....injak sajadah satu, sajadah dua....sajadah saya....sajadah tetangga saya...sajadah tetangganya tetangga saya....dan sampailah dia di sajadah sang Hidun (selamat ya nak.., apa sih merk susunya?). Terjadilah suasana akrab bercengkrama antarsahabat di sajadah si Hidun itu...celoteh 2 gadis balita, dengan kata-kata yang sederhana dan pelafalan yang cedal, mengisi kekosongan suara selama ruku'-sujud-tahiyat akhir.
Setelah itu? Jangan tanya....sajadah si Hidun makin sesak, karena balita-balita lain akhirnya ikut berkumpul dan tak mau kalah berceloteh di situ. Ibu-ibu yang merasa kehilangan anak balita yang tadi dibawanya ke mushola pun sibuk 'memunguti' anaknya satu-satu dari TKP. Ada yg berakhir damai. Tapi ada juga yang memberontak. Celoteh akhirnya berlanjut, antara si ibu yang mencoba tetap berlembut-lembut, dengan si anak yang berteriak-teriak, kesal karena arisannya dibubarkan paksa.
Suasana di atas menyeret saya pada ingatan tentang malam-malam tarawih tahun demi tahun yang pernah saya lalui. Dan...aha! Ada sesuatu yang membuat suasana antar-malam antar-tahun dalam Ramadhan bagi saya mirip. Shaff wanita selalu riuh rendah oleh "bunyi khas" anak-anak. Jenisnya bermacam-macam...ada celotehan antar-anak, ada rengekan karena dicuekin ibundanya yang berdiri sedekap mematung tanpa ekspresi, ada yang tak putus asa mengajak ibunya mengobrol, ada yang berinsiatif menyibukkan diri dengan berkeliling ke shaf shaf lain lalu menangis karena lupa jalan kembali, ada juga yg pengen pipi lantas menarik-narik mukena ibunya (oke, mungkin ini kode yg sudah disepakati oleh si ibu-anak jika terasa sensasi pengen pipis), atau yg lebih parah....si anak menepuk-nepuk ibundanya yang sedang sujud sambil berkata, "Bunda, aku piiipiiis...".
Shaf laki-laki, sejauh yang saya lihat, selalu lebih tertib. Shaf nya lebih rapi, lurus....dan sunyi. Di masjid dekat rumah saya bahkan, bunyi yg keluar dari barisan jama'ah laki-laki biasanya hanya terdiri dari 2 macam: "Amin..." dan "Sstt...!". Yang terakhir itu biasanya dibunyikan sambil sedikit melirik ke belakang, ke shaf jama'ah wanita. Tujuannya? Jelas menyuruh shaf wanita dan seisinya untuk diam. Bagi saya, lirikan disertai desis 'Sstt...!" itu menyakitkan manakala suara yang saat itu merusak suasana khusyuk adl tangis bayi, atau rengekan anak-anak.
Tulisan ini hanya bahan untuk direnungkan (*jika Anda menangkap inti maksud saya :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar